Cerita ini dibuat sebagai hadiah ulang tahun Tom Marvollo Riddle yang ke-87,seandainya The Queen Joanne, sang pemilik tokoh-tokoh dalam kisah Harry Potter tidak membuatnya wafat pada tahun 1998. Selamat ulang tahun Tom! Tapi, cerita ini diawali pada Desember 1997 dan diakhiri pada Mei 1998.
Disclaimer: Semua karakter dalam Harry Potter adalah milik JK Rowling. Bukan untuk kepentingan komersial. Fanfic ini hanya hiburan semata.
Rated: T - B.Indonesia - Drama atau Family
Awal/akhir cerita oleh: Aisyah
Kontributor: Aisyah, Nutmeg, Anne, Rury
Duduk di kursi kayu dedalu dan berhias ukiran berbentuk sepasang ular yang saling melilit, seorang lelaki bertubuh pucat, tanpa rambut dan tulang hidung. Dia menatap tajam ke jendela diseberangnya. Butiran salju makin deras turun. Dinginnya suhu tidak mampu menurunkan gelora amarah yang teramat dahsyat. Kegagalan kembali didapatnya. Musuh utamanya lagi-lagi lolos dari maut. Hampir seminggu yang lalu, seharusnya kemenangan itu ia raih dengan sangat mudah. Rencananya sudah sangat matang. Tidak susah kan membunuh penyihir yang baru akil balig beberapa bulan yang lalu? Penyihir yang usianya dua sampai tiga kali lipat dari usianya sekarang saja, sangat mudah ia kalahkan. Tak habis pikir, mengapa kekalahan itu ia dapatkan kembali.
Disclaimer: Semua karakter dalam Harry Potter adalah milik JK Rowling. Bukan untuk kepentingan komersial. Fanfic ini hanya hiburan semata.
Rated: T - B.Indonesia - Drama atau Family
Awal/akhir cerita oleh: Aisyah
Kontributor: Aisyah, Nutmeg, Anne, Rury
Duduk di kursi kayu dedalu dan berhias ukiran berbentuk sepasang ular yang saling melilit, seorang lelaki bertubuh pucat, tanpa rambut dan tulang hidung. Dia menatap tajam ke jendela diseberangnya. Butiran salju makin deras turun. Dinginnya suhu tidak mampu menurunkan gelora amarah yang teramat dahsyat. Kegagalan kembali didapatnya. Musuh utamanya lagi-lagi lolos dari maut. Hampir seminggu yang lalu, seharusnya kemenangan itu ia raih dengan sangat mudah. Rencananya sudah sangat matang. Tidak susah kan membunuh penyihir yang baru akil balig beberapa bulan yang lalu? Penyihir yang usianya dua sampai tiga kali lipat dari usianya sekarang saja, sangat mudah ia kalahkan. Tak habis pikir, mengapa kekalahan itu ia dapatkan kembali.
Apalagi kali ini, penyebab kegagalannya adalah sosok yang paling ia andalkan,, yang paling ia cintai, yah jika ia mampu mencintai. Dia mungkin tak mengenal cinta, namun pada sosok ini, tak tega ia menghukumnya. Satu-satunya yang paling ia percayai, yang selalu setia mendampingi. Hanya untuk tugas itu, dia rela melepaskan sosok tersebut. Namun tugas itu gagal dilaksanakan. Baru kali ini dia merasa bimbang untuk memberikan hukuman pada hambanya yang salah, tak mungkin menghukum belahan jiwanya. Kali ini ia berusaha untuk memaafkan sosok itu, “the most female he loved”.
Terdengar ketukan pelan di pintu, disusul suara lembut seorang wanita, “My Lord, bolehkah hamba masuk?”
Agak enggan membiarkan kesendiriannya diganggu, namun mungkin ada gunanya membiarkan wanita itu masuk, pikirnya. Dilambaikannya tongkat ke arah pintu, dan pintu itupun terbuka perlahan. Muncullah seorang wanita dengan tubuh sintal, berparas menawan sekaligus menakutkan. Rambut hitam bergelombangnya dibiarkan terurai. Matanya menatap dalam kepada tuannya, mengharapkan sang tuan menatap dengan cara yang sama.
[Aisyah]
Bellatrix Lestrange masuk ke dalam ruangan yang gelap itu. Siapapun yang seruangan dengan Lord Voldemort akan merasakan dingin dan perasaan tidak nyaman, tapi tidak terjadi pada Bellatrix. Ia memasuki ruangan dengan percaya diri.
Ia mengambil posisi agak jauh dari Lord Voldemort, untuk mengamati suasana hati orang yang paling ia takuti, ia kagumi, juga ia cintai selama ini.
Lord Voldemort tidak bergeming dari kursi besarnya. Bunyi detak jam dinding tua mewakili degup jantung mereka. Ruangan membeku dalam bisu. Ketika Bellatrix baru akan membuka percakapan, cepat-cepat ia menahan diri saat melihat Voldemort bangkit dari kursi.
"Aku belum kalah. MEREKA HARUS TAHU!!" Voldemort mencengkram tangannya dengan kuat. Ingin ia melampiaskan amarahnya pada semua Death Eater yang tidak berhasil menjalankan misinya. Termasuk pada wanita itu. Yang ia sadari, menjadi orang kepercayaannya selama ini.
"Lord,.." Bellatrix mencoba mendekat. "Kita belum kalah. Kita masih bisa bertahan."
Voldemort menatap perapian di dekatnya.
"Mereka yang tidak setia padaku, aku mau mereka binasa!! Snape sudah mati. Biarkan mereka tahu aku tidak akan segan menghilangkan nyawa orang terdekatku!!"
Api berkobar semakin besar seolah menangkap amarah Voldemort. Dan saat itu Bellatrix melihat Nagini mendekat.
[Anne]
"Lestrange perempuan menggagalkan rencana Tuan?" tanya si ular dalam desisan, yang sudah tentu tak dimengerti oleh Bellatrix.
Sang Tuan nampaknya tak senang dengan fakta yang dihantamkan langsung padanya, lalu mendadak berdiri dan berjalan ke arah jendela. Mata semerah bara api miliknya menatap langit malam. Tangannya memilin tongkat Elder. Tapi mulutnya bungkam.
Lord Voldemort sedang berada dalam kebimbangan. Nagini mengenali gerakan tubuh tuannya ketika sedang bimbang. Nagini pun mengenali kebimbangan itu hanya berlangsung sejenak sebelum tuannya menghujamkan kutukan Cruciatus pada Bellatrix Lestrange. Cukup lama hingga Bellatrix menggelepar-lepar seperti tikus yang tercekik tubuh panjangnya.
Pemandangan yang membosankan bagi Nagini, hingga menyebabkan ia bertanya lagi, "Apa Bella-kecil ini boleh kumakan?"
"Tidak sekarang, Nagini. Kalau kau ingin kudapan, Wormtail ada di lantai bawah," jawab sang tuan tanpa menghentikan kutukan.
"Aku bosan makan tikus," desis si ular betina sebelum merayap menuju singsana milik tuannya dan menggelungkan badan sambil mengamati si abdi payah.
Voldemort mengakhiri kutukan dan menatap Bellatrix yang berusaha keras untuk mampu kembali bernapas. Tatapan tajam yang berujung pada kematian. Namun kali ini, Bella tidak akan merasakan kematian. Untuk saat ini tidak.Sebab Voldemort masih membutuhkan petarungnya untuk menggempur Hogwarts, pertahanan terakhir dari dunia sihir yang ingin ia ubah sejak masih remaja.
Tujuannya tinggal sedikit lagi. Maka, Lord Voldemort akan bersabar hingga saat itu tiba.
Kemudian dengan gerak langkah kaki yang kewibawaannya tak tertandingi oleh penyihir manapun, Lord Voldemort mendekati abdinya yang sedang terpuruk di lantai manor keluarga Malfoy. Ia merunduk dan mendesak, "Bangun, Bella. Bangun seperti para abdi yang menghormati belas kasih tuannya." Bellatrix memandanginya dengan mata melebar. Voldemort tetap melanjutkan dengan suara ganjilnya yang membuat bulu kuduk meremang, "Ya, Bella. Kau mendapat ibaku, kemurahan hatiku pada tenggat waktu ini. Namun kau harus mengingat, Bella, aku tidak selamanya bermurah hati. Lord Voldemort bermurah hati karena alasan tertentu. Dan jika alasan tertentu itu tak kaupenuhi, Bella, aku cukup yakin kau akan segera menemui sepupu tersayangmu Evan Rosier."
Badannya ditegapkan kembali dan Bellatrix yang merasa sangat beruntung—karena tidak mengalami kematian seperti Evan—segera menghamburkan diri dan berlutut, bersujud di hadapan tuannya.
"Tuanku sangat pemurah. Tuanku sangat pemurah," ia mengucapkannya cepat seperti merapal mantra. "Hamba adalah abdi yang paling setia. Hamba abdi paling setia dan akan melakukan apapun yang Tuan perintahkan," diucapkan berkali-kali seraya menciumi ujung jubah Lord Voldemort.
[nutmeg]
Voldemort menatap sekilas wanita itu. Banyak bisikan di sekitarnya mengatakan bahwa wanita tersebut sangat mencintainya. Bellatrix Lestrange diketahui lebih mencintai sang tuan dibanding Rodolphus, sang suami. Voldemort bukan tak menyadari hal itu. Sebagai pria yang dulunya memiliki kemampuan luar biasa untuk memikat lawan jenis, Voldemort sangat tanggap akan tanda-tanda ketertarikan dari wanita. Namun Voldemort tetap bergeming tak menanggapi, seakan dia tak memahami tanda-tanda itu. Bukan karena Bella sudah bersuami, namun karena dia tidak memiliki kemampuan untuk mencintai.
Cinta... rasa yang tidak pernah dipahaminya. Sejak lahir ia tidak pernah merasakan cinta, jadi bagaimana ia bisa mengenal atau memahami rasa itu? Cinta, adalah rasa yang jika ia berusaha memikirkannya, malah cimenimbulkan rasa sakit tak tertahankan. Tidak ia mengerti, mengapa dia mengalami itu. Bagaimana orang yang tidak pernah merasakan cinta, selalu merasa sakit jika berusaha memikirkan hal itu.
Memikirkan cinta kepada wanita, membuatnya teringat pada sosok wanita yang hanya didengarnya dari orang-orang tertentu. Mrs. Cole, sang kepala panti asuhan tempat ia menghabiskan masa kecilnya yang penuh penderitaan, menceritakan kisah sang wanita dengan kata-kata seakan mengasihani, namun terdengar menjijikan dan menghina, kepada setiap orang yang datang untuk mengadopsi Tom kecil. Hal itu membuat para calon orang tua angkatnya, bergidik mendengarka cerita itu dan enggan memilihnya sebagai anak angkat. Awalnya Tom tidak mempercayai cerita mengenai wanita yang telah melahirkannya itu. Wanita yang seharusnya mengenalkannya akan cinta dan kasih sayang.
Namun setelah Voldemort mengetahui asal-usulnya, Ia pun merasa benci pada wanita itu. Rasa benci yang ia dapatkan setelah mendengar cerita dari Tom Riddle Sr., yang dengan penuh rasa penyesalan bahkan enggan mengakui pernah menikahi wanita itu. Pria itu bahkan tidak mengakui memiliki anak dengan Merope. Sang Ayah, menyebut nama itu hanya sekali dengan sangat jijik diikuti gidikan dari ayah dan ibu Tom Riddle Sr. Dia pun juga merasakan kebencian yang sangat dahsyat ketika mendengar nama itu untuk pertama kalinya. Namun, rasa benci itu seketika berubah menjadi rasa yang sangat menyakitkan, sehingga ia tak kuasa menahan amarahnya, dan membunuh ketiga anggota keluarga Riddle, yang tak lain adalah ayah, kakek, dan neneknya sendiri.
Kebencian dan rasa sakit semakin menjadi ketika ia mendengar cerita penuh amarah dari Morphin Gaunt mengenai Merope. Morphin yang merupakan kakak kandung dari Merope, langsung mengamuk ketika bertemu dengan anak adiknya. Karena keponakannya itu sangat mirip dengan Muggle yang membuat adiknya melakukan hal teramat hina.
"KABUR DARI RUMAH DAN MENIKAHI MUGGLE!!! DASAR PEREMPUAN JALANG!!! SAMPAH TAK BERGUNA!!!", teriak Morphin pada saat Voldemort menanyakan tentang Merope.
Kekecewaan dan kebencian kepada sang Ibulah yang membuat Voldemort merasakan rasa sakit luar biasa jika mencoba memikirkan tentang cinta. Terutama cinta kepada wanita. Ia berusaha menahan rasa sakit itu dan mengubahnya menjadi rasa keji luar biasa terhadap musuh-musuhnya.
[Aisyah]
"Selamat ulangtahun my Lord." Suara satu-satunya abdi wanita yang dimilikinya memecah lamunan akan keluarganya. Cih, keluarga, sungguh menjijikkan memanggil ketiga muggle itu sebagai keluarganya. Ah, aib ini jangan sampai diketahui oleh para pengikutnya. Sungguh ia tak sudi ada orang yang tau bahwa ada darah nan menjijikkan mengkotori darah suci milik Salazar Slytherin yang ada di dalam tubuhnya. Hingga saat ini ia masih tak habis pikir apa yang dilihat oleh ibunya dari pria lemah itu. Sesungguh, atas dasar apa ibunya memilih pria itu sebagai suaminya.
"My Lord," lagi-lagi wanita yang ada di depannya meminta perhatiannya.
"Hm... ada apa Bella?"
"Aku sudah memerintahkan peri rumah untuk memasakan makanan spesial untukmu, my Lord." Wanita itu terlihat tersenyum indah, matanya tampak berbinar-binar.
Ah, mata itu selalu tampak berbinar-binar ketika melihatnya. Entah apa makna dari tatapannya itu, ia tak tau dan tak ingin mencari tau, tapi yang ia tau wanita itu tak pernah terlihat menantap seperti itu di depan orang lain bahkan suaminya sendiri.
"My Lord, ini ada kado ulangtahun dari hamba untuk anda." Ia pun menerima sebuah bingkisan berwarna hitam.
"Apa ini Bella ?" Tanyanya
"Isinya adalah suatu kudapan ringan yang hamba buat khusus untuk anda My Lord." Mata itu masih tampak berbinar-binar
"Ng," Ia bergumam malas
"Kuperintahkan kau untuk segera keluar dari ruangan ini Bella."
"Baik my Lord, hamba akan keluar." Wanita itu pun segera berbalik dan tak lama kemudian terdengar suara nyaring.
"PLOOP." Wanita itu pun telah pergi dari ruangan itu.
Voldemort pun membuka bingkisan kado ulang tahun untuknya, bentuknya sungguh mencurigakan. Segera dilemparnya bingkisan itu kedalam perapian, ia tidak ingin menyentuhnya apa lagi memakannya. Ia tidak tau ramuan apa yang tercampur dalam kudapan itu, bisa jadi ramuan amortentia.
Ramuan cinta, berkat ramuan itulah darah menjijikkan ikut mengalir dalam tubuhnya, sekali lagi ia tak habis pikir kenapa ibunya bisa memberikan ramuan itu pada suaminya.
[Rury]
Rasa benci semakin menjadi seiring dengan waktu yang semakin cepat berlalu, namun belum ada satupun taktik yang dilakukannya dan para pengikutnya untuk menangkap serta membunuh Harry Potter berhasil tercapai. Musuh bebuyutan ini semakin licin dan susah ditangkap. Begitu banyak penyihir yang rela berkorban untuk meindungi remaja menyebalkan itu. Alasan mereka adalah karena rasa percaya dan cinta yang besar kepada "the choosen one".
CINTA??? Lagi-lagi cinta... Cinta tidak bisa menyelamatkan nyawa pasangan Potter, Dumbledore, Moody, dan puluhan nyawa lainnya. Atas nama cinta terhadap Harry, mereka kehilanga nyawa, namun Harry Potter tetap bertahan. Hal inilah yag membuatnya semakin membenci remaja itu, dan tentunya semakin membenci rasa cinta.
Berbulan-bulan kemudian dia berusaha menangkap Harry Potter, sampai akhirnya dia mendapatkan kabar sangat mengejutkan di bulan kelima di usianya ke-71. Harry Potter mengetahui bahwa dirinya, Sang Pangeran kegelapan, telah membagi nyawanya menjadi beberapa horcrux. Dalam sekejap, satu persatu horcrux itu sudah dihancurkan sang musuh. Semakin menjadilah kebencian terhadap musuhnya. Perang pun semakin berkobar. Semakin banyak nyawa yang melayang. Dan kini sang musuh pun telah mati di tangannya sendiri.
Wanita yang selalu memujanya kini sedang menghadapi para gadis yang diketahui dekat dengan Harry. Granger, Weasley, dan Lovegood tidak mungkin mengalahkan Bellatrix Lestrange.
"Bagus Bella, bunuh mereka bertiga, just for the female who I loved", dikirimnya perkataan itu melalui pikiran. Yah, Lord Voldemort sang ahli Oclumency, mengirimkan pesan melalui pikiran kepada abdinya yang paling setia. Sang abdi menoleh dan tersenyum dengan mata paling berbinar yang pernah dilihatnya.
"Tentu saja, Tom, akupun mencintaimu", Bella mengirimkan benaknya kepada sang Tuan.
Langsung ia keluarkan kutukan maut kepada gadis bungsu keluarga Weasley, yang diketahui menjalin cinta dengan Potter. Namun kutukan tersebut meleset, dan Molly Weasley segera bertindak menyelamatkan putri bungsunya. Kini Bella melawan Molly.
Bella pun semakin girang, menghabisi ibu rumah tangga tentunya sangat mudah bukan?
Voldemort menoleh sekilas dan berang karena ulah Bella, "Berani benar kau memanggilku Tom, dan menyatakan cinta. Bukan kau yang kucintai ,Lestrange. Mana mungkin kau wanita yang tidak berguna bisa mendapatkan cintaku. Membunuh ketiga gadis itu saja kau tidak sanggup! Wanita yang kucintai adalah Nagini, ularku, yang telah memberikan darahnya untuk hidupku, memberikan tubuhnya untuk jiwaku. Semetara, kau? Apa yang telah kau lakukan untukku? TIDAK ADA!", kirim Voldemort kepada benak Bellatrix.
Bellatrix Lestrange menoleh sekilas dengan sangat terkejut, membuatnya lengah akan serangan-serangan Molly Weasley. Dia berusaha menertawakan Molly, untuk menutupi kegetiran hatinya yang baru saja luluh lantak. Namun, usaha itu sia-sia, pertahanannya semakin lemah, serangan terakhir Molly menghantam dadanya, tepat pada jantung yag baru saja dihancurkan sang Tuan. Bellatrix Lestrange pun tewas seketika.
Kematian Lestrange tersebut membuat sang tuan tiba-tiba merasakan rasa sakit teramat dahsyat, seperti rasa sakit yang dialami Bella menjelang kematiannya. An illness becomes a nillness. Rasa sakit itulah yang membuat nyawanya dengan mudah melayang. Rasa sakit itupun menjalari tubuh Voldemort, da membuat hatinya semakin dendam dan berkobar untuk membunuh. Rasa sakit itu sepertinya hanya dapat dihilangkan jika ia telah memusnahkan penyebab rasa sakit itu. Ya, dia harus membunuh Molly Weasley!
Perlahan ia mendekati Molly, begitu ia mengarahkan tongkatnya menuju Molly, sekonyong-konyong ada mantra perlindungan sangat kuat yang menghalanginya dengan Molly. Tiba-tiba jasad Harry Potter berdiri di hadapannya. Bocah itu kembali hidup! Orang-orang di sekitarnya berteriak. Dia pun tersentak kaget. Harry Potter lagi-lagi kembali bertahan hidup?
Tidak bisa ia biarkan! Kali ini tidak boleh gagal lagi. Maka Voldemort pun kembali menghadapi musuh bebuyutannya. Harry tidak sama sekali melakukan perlawanan, Harry hanya menyapukan mantra perlindungan ke sekelilingnya, ia melarang orang lain membantunya menghadapi Voldemort. Voldemort tertawa menghina, tak mungkin bocah tengik ini bisa melawannya sendirian. Voldemort ingin melihat apa usaha terakhir Harry untuk menyelamatkan nayawanya sendiri dan seluruh Hogwarts. Ternyata Harry hanya mengoceh panjang lebar tentang penyebab-penyebab kegagalan dirinya menghabisi Harry, tentang pengkhianatan Snape yang disebabkan rasa cintanya kepada Lily, dan terutama tentang cinta Lily kepada sang putra.
"CINTA??? LAGI=LAGI CINTA??? JADI PENYEBAB SEMUA INI KARENA CINTA? KARENA KETIDAKMAMPUANNYA MERASAKAN CINTA? BULLSHIT!!! Akan kuhentikan ocehan tolol ini", pikir Sang Pangeran Kegelapan.
"Kali ini tongkatnya tidak akan mungkin mengalahkan tongkat milikku!", pikirnya kembali.
Namun kemudian Harry menjelaskan bahwa pemilik sah tongkat itu bukan Voldemort, melainkan dirinya sendiri. Voldemort yang tidak mempercayai perkataan Harry pun segera melayangkan kutukan mautnya kepada sang musuh, "AVADAAA KEDAVRAAAAAA!!!".
"EXPELLIARMUS!!!", balas Harry.
Cahaya hijau keluar dari ujung elder wand, dan tongkat itu terlempar ke udara, ujungnya berbalik arah ke Voldemort. Kutukan mematikan itu mengarah kepada sang pelontar.
Sesaat Voldemort terpaku, Horcrux-nya sudah musnah semua, Nyawanya terancam hilang.Tiba-tiba muncullah sesosok wajah keibuan milik wanita yang tidak pernah dilihatnya, namun sepertinya sangat mengenal dan dikenalnya. Wajah yang selama ini ia kubur dalam-dalam ke alam bawah sadarnya. Wajah yang ia ingkari untuk ia rindukan dan cintai. Wajah Merope, Ibunya... Rasa sakit pun semakin menjalari tubuhnya, dan sekejap kutukan mematikan pun menghantam dadanya. Rasa sakit menghilang ke dalam ketiadaan... Rasa sakit berubah menjadi ketiadaan. AN ILLNESS BECOMES A NILLNESS...
[AIsyah]
==== TAMAT ====Terima kasih untuk para kontributor. :D
Terdengar ketukan pelan di pintu, disusul suara lembut seorang wanita, “My Lord, bolehkah hamba masuk?”
Agak enggan membiarkan kesendiriannya diganggu, namun mungkin ada gunanya membiarkan wanita itu masuk, pikirnya. Dilambaikannya tongkat ke arah pintu, dan pintu itupun terbuka perlahan. Muncullah seorang wanita dengan tubuh sintal, berparas menawan sekaligus menakutkan. Rambut hitam bergelombangnya dibiarkan terurai. Matanya menatap dalam kepada tuannya, mengharapkan sang tuan menatap dengan cara yang sama.
[Aisyah]
Bellatrix Lestrange masuk ke dalam ruangan yang gelap itu. Siapapun yang seruangan dengan Lord Voldemort akan merasakan dingin dan perasaan tidak nyaman, tapi tidak terjadi pada Bellatrix. Ia memasuki ruangan dengan percaya diri.
Ia mengambil posisi agak jauh dari Lord Voldemort, untuk mengamati suasana hati orang yang paling ia takuti, ia kagumi, juga ia cintai selama ini.
Lord Voldemort tidak bergeming dari kursi besarnya. Bunyi detak jam dinding tua mewakili degup jantung mereka. Ruangan membeku dalam bisu. Ketika Bellatrix baru akan membuka percakapan, cepat-cepat ia menahan diri saat melihat Voldemort bangkit dari kursi.
"Aku belum kalah. MEREKA HARUS TAHU!!" Voldemort mencengkram tangannya dengan kuat. Ingin ia melampiaskan amarahnya pada semua Death Eater yang tidak berhasil menjalankan misinya. Termasuk pada wanita itu. Yang ia sadari, menjadi orang kepercayaannya selama ini.
"Lord,.." Bellatrix mencoba mendekat. "Kita belum kalah. Kita masih bisa bertahan."
Voldemort menatap perapian di dekatnya.
"Mereka yang tidak setia padaku, aku mau mereka binasa!! Snape sudah mati. Biarkan mereka tahu aku tidak akan segan menghilangkan nyawa orang terdekatku!!"
Api berkobar semakin besar seolah menangkap amarah Voldemort. Dan saat itu Bellatrix melihat Nagini mendekat.
[Anne]
"Lestrange perempuan menggagalkan rencana Tuan?" tanya si ular dalam desisan, yang sudah tentu tak dimengerti oleh Bellatrix.
Sang Tuan nampaknya tak senang dengan fakta yang dihantamkan langsung padanya, lalu mendadak berdiri dan berjalan ke arah jendela. Mata semerah bara api miliknya menatap langit malam. Tangannya memilin tongkat Elder. Tapi mulutnya bungkam.
Lord Voldemort sedang berada dalam kebimbangan. Nagini mengenali gerakan tubuh tuannya ketika sedang bimbang. Nagini pun mengenali kebimbangan itu hanya berlangsung sejenak sebelum tuannya menghujamkan kutukan Cruciatus pada Bellatrix Lestrange. Cukup lama hingga Bellatrix menggelepar-lepar seperti tikus yang tercekik tubuh panjangnya.
Pemandangan yang membosankan bagi Nagini, hingga menyebabkan ia bertanya lagi, "Apa Bella-kecil ini boleh kumakan?"
"Tidak sekarang, Nagini. Kalau kau ingin kudapan, Wormtail ada di lantai bawah," jawab sang tuan tanpa menghentikan kutukan.
"Aku bosan makan tikus," desis si ular betina sebelum merayap menuju singsana milik tuannya dan menggelungkan badan sambil mengamati si abdi payah.
Voldemort mengakhiri kutukan dan menatap Bellatrix yang berusaha keras untuk mampu kembali bernapas. Tatapan tajam yang berujung pada kematian. Namun kali ini, Bella tidak akan merasakan kematian. Untuk saat ini tidak.Sebab Voldemort masih membutuhkan petarungnya untuk menggempur Hogwarts, pertahanan terakhir dari dunia sihir yang ingin ia ubah sejak masih remaja.
Tujuannya tinggal sedikit lagi. Maka, Lord Voldemort akan bersabar hingga saat itu tiba.
Kemudian dengan gerak langkah kaki yang kewibawaannya tak tertandingi oleh penyihir manapun, Lord Voldemort mendekati abdinya yang sedang terpuruk di lantai manor keluarga Malfoy. Ia merunduk dan mendesak, "Bangun, Bella. Bangun seperti para abdi yang menghormati belas kasih tuannya." Bellatrix memandanginya dengan mata melebar. Voldemort tetap melanjutkan dengan suara ganjilnya yang membuat bulu kuduk meremang, "Ya, Bella. Kau mendapat ibaku, kemurahan hatiku pada tenggat waktu ini. Namun kau harus mengingat, Bella, aku tidak selamanya bermurah hati. Lord Voldemort bermurah hati karena alasan tertentu. Dan jika alasan tertentu itu tak kaupenuhi, Bella, aku cukup yakin kau akan segera menemui sepupu tersayangmu Evan Rosier."
Badannya ditegapkan kembali dan Bellatrix yang merasa sangat beruntung—karena tidak mengalami kematian seperti Evan—segera menghamburkan diri dan berlutut, bersujud di hadapan tuannya.
"Tuanku sangat pemurah. Tuanku sangat pemurah," ia mengucapkannya cepat seperti merapal mantra. "Hamba adalah abdi yang paling setia. Hamba abdi paling setia dan akan melakukan apapun yang Tuan perintahkan," diucapkan berkali-kali seraya menciumi ujung jubah Lord Voldemort.
[nutmeg]
Voldemort menatap sekilas wanita itu. Banyak bisikan di sekitarnya mengatakan bahwa wanita tersebut sangat mencintainya. Bellatrix Lestrange diketahui lebih mencintai sang tuan dibanding Rodolphus, sang suami. Voldemort bukan tak menyadari hal itu. Sebagai pria yang dulunya memiliki kemampuan luar biasa untuk memikat lawan jenis, Voldemort sangat tanggap akan tanda-tanda ketertarikan dari wanita. Namun Voldemort tetap bergeming tak menanggapi, seakan dia tak memahami tanda-tanda itu. Bukan karena Bella sudah bersuami, namun karena dia tidak memiliki kemampuan untuk mencintai.
Cinta... rasa yang tidak pernah dipahaminya. Sejak lahir ia tidak pernah merasakan cinta, jadi bagaimana ia bisa mengenal atau memahami rasa itu? Cinta, adalah rasa yang jika ia berusaha memikirkannya, malah cimenimbulkan rasa sakit tak tertahankan. Tidak ia mengerti, mengapa dia mengalami itu. Bagaimana orang yang tidak pernah merasakan cinta, selalu merasa sakit jika berusaha memikirkan hal itu.
Memikirkan cinta kepada wanita, membuatnya teringat pada sosok wanita yang hanya didengarnya dari orang-orang tertentu. Mrs. Cole, sang kepala panti asuhan tempat ia menghabiskan masa kecilnya yang penuh penderitaan, menceritakan kisah sang wanita dengan kata-kata seakan mengasihani, namun terdengar menjijikan dan menghina, kepada setiap orang yang datang untuk mengadopsi Tom kecil. Hal itu membuat para calon orang tua angkatnya, bergidik mendengarka cerita itu dan enggan memilihnya sebagai anak angkat. Awalnya Tom tidak mempercayai cerita mengenai wanita yang telah melahirkannya itu. Wanita yang seharusnya mengenalkannya akan cinta dan kasih sayang.
Namun setelah Voldemort mengetahui asal-usulnya, Ia pun merasa benci pada wanita itu. Rasa benci yang ia dapatkan setelah mendengar cerita dari Tom Riddle Sr., yang dengan penuh rasa penyesalan bahkan enggan mengakui pernah menikahi wanita itu. Pria itu bahkan tidak mengakui memiliki anak dengan Merope. Sang Ayah, menyebut nama itu hanya sekali dengan sangat jijik diikuti gidikan dari ayah dan ibu Tom Riddle Sr. Dia pun juga merasakan kebencian yang sangat dahsyat ketika mendengar nama itu untuk pertama kalinya. Namun, rasa benci itu seketika berubah menjadi rasa yang sangat menyakitkan, sehingga ia tak kuasa menahan amarahnya, dan membunuh ketiga anggota keluarga Riddle, yang tak lain adalah ayah, kakek, dan neneknya sendiri.
Kebencian dan rasa sakit semakin menjadi ketika ia mendengar cerita penuh amarah dari Morphin Gaunt mengenai Merope. Morphin yang merupakan kakak kandung dari Merope, langsung mengamuk ketika bertemu dengan anak adiknya. Karena keponakannya itu sangat mirip dengan Muggle yang membuat adiknya melakukan hal teramat hina.
"KABUR DARI RUMAH DAN MENIKAHI MUGGLE!!! DASAR PEREMPUAN JALANG!!! SAMPAH TAK BERGUNA!!!", teriak Morphin pada saat Voldemort menanyakan tentang Merope.
Kekecewaan dan kebencian kepada sang Ibulah yang membuat Voldemort merasakan rasa sakit luar biasa jika mencoba memikirkan tentang cinta. Terutama cinta kepada wanita. Ia berusaha menahan rasa sakit itu dan mengubahnya menjadi rasa keji luar biasa terhadap musuh-musuhnya.
[Aisyah]
"Selamat ulangtahun my Lord." Suara satu-satunya abdi wanita yang dimilikinya memecah lamunan akan keluarganya. Cih, keluarga, sungguh menjijikkan memanggil ketiga muggle itu sebagai keluarganya. Ah, aib ini jangan sampai diketahui oleh para pengikutnya. Sungguh ia tak sudi ada orang yang tau bahwa ada darah nan menjijikkan mengkotori darah suci milik Salazar Slytherin yang ada di dalam tubuhnya. Hingga saat ini ia masih tak habis pikir apa yang dilihat oleh ibunya dari pria lemah itu. Sesungguh, atas dasar apa ibunya memilih pria itu sebagai suaminya.
"My Lord," lagi-lagi wanita yang ada di depannya meminta perhatiannya.
"Hm... ada apa Bella?"
"Aku sudah memerintahkan peri rumah untuk memasakan makanan spesial untukmu, my Lord." Wanita itu terlihat tersenyum indah, matanya tampak berbinar-binar.
Ah, mata itu selalu tampak berbinar-binar ketika melihatnya. Entah apa makna dari tatapannya itu, ia tak tau dan tak ingin mencari tau, tapi yang ia tau wanita itu tak pernah terlihat menantap seperti itu di depan orang lain bahkan suaminya sendiri.
"My Lord, ini ada kado ulangtahun dari hamba untuk anda." Ia pun menerima sebuah bingkisan berwarna hitam.
"Apa ini Bella ?" Tanyanya
"Isinya adalah suatu kudapan ringan yang hamba buat khusus untuk anda My Lord." Mata itu masih tampak berbinar-binar
"Ng," Ia bergumam malas
"Kuperintahkan kau untuk segera keluar dari ruangan ini Bella."
"Baik my Lord, hamba akan keluar." Wanita itu pun segera berbalik dan tak lama kemudian terdengar suara nyaring.
"PLOOP." Wanita itu pun telah pergi dari ruangan itu.
Voldemort pun membuka bingkisan kado ulang tahun untuknya, bentuknya sungguh mencurigakan. Segera dilemparnya bingkisan itu kedalam perapian, ia tidak ingin menyentuhnya apa lagi memakannya. Ia tidak tau ramuan apa yang tercampur dalam kudapan itu, bisa jadi ramuan amortentia.
Ramuan cinta, berkat ramuan itulah darah menjijikkan ikut mengalir dalam tubuhnya, sekali lagi ia tak habis pikir kenapa ibunya bisa memberikan ramuan itu pada suaminya.
[Rury]
Rasa benci semakin menjadi seiring dengan waktu yang semakin cepat berlalu, namun belum ada satupun taktik yang dilakukannya dan para pengikutnya untuk menangkap serta membunuh Harry Potter berhasil tercapai. Musuh bebuyutan ini semakin licin dan susah ditangkap. Begitu banyak penyihir yang rela berkorban untuk meindungi remaja menyebalkan itu. Alasan mereka adalah karena rasa percaya dan cinta yang besar kepada "the choosen one".
CINTA??? Lagi-lagi cinta... Cinta tidak bisa menyelamatkan nyawa pasangan Potter, Dumbledore, Moody, dan puluhan nyawa lainnya. Atas nama cinta terhadap Harry, mereka kehilanga nyawa, namun Harry Potter tetap bertahan. Hal inilah yag membuatnya semakin membenci remaja itu, dan tentunya semakin membenci rasa cinta.
Berbulan-bulan kemudian dia berusaha menangkap Harry Potter, sampai akhirnya dia mendapatkan kabar sangat mengejutkan di bulan kelima di usianya ke-71. Harry Potter mengetahui bahwa dirinya, Sang Pangeran kegelapan, telah membagi nyawanya menjadi beberapa horcrux. Dalam sekejap, satu persatu horcrux itu sudah dihancurkan sang musuh. Semakin menjadilah kebencian terhadap musuhnya. Perang pun semakin berkobar. Semakin banyak nyawa yang melayang. Dan kini sang musuh pun telah mati di tangannya sendiri.
Wanita yang selalu memujanya kini sedang menghadapi para gadis yang diketahui dekat dengan Harry. Granger, Weasley, dan Lovegood tidak mungkin mengalahkan Bellatrix Lestrange.
"Bagus Bella, bunuh mereka bertiga, just for the female who I loved", dikirimnya perkataan itu melalui pikiran. Yah, Lord Voldemort sang ahli Oclumency, mengirimkan pesan melalui pikiran kepada abdinya yang paling setia. Sang abdi menoleh dan tersenyum dengan mata paling berbinar yang pernah dilihatnya.
"Tentu saja, Tom, akupun mencintaimu", Bella mengirimkan benaknya kepada sang Tuan.
Langsung ia keluarkan kutukan maut kepada gadis bungsu keluarga Weasley, yang diketahui menjalin cinta dengan Potter. Namun kutukan tersebut meleset, dan Molly Weasley segera bertindak menyelamatkan putri bungsunya. Kini Bella melawan Molly.
Bella pun semakin girang, menghabisi ibu rumah tangga tentunya sangat mudah bukan?
Voldemort menoleh sekilas dan berang karena ulah Bella, "Berani benar kau memanggilku Tom, dan menyatakan cinta. Bukan kau yang kucintai ,Lestrange. Mana mungkin kau wanita yang tidak berguna bisa mendapatkan cintaku. Membunuh ketiga gadis itu saja kau tidak sanggup! Wanita yang kucintai adalah Nagini, ularku, yang telah memberikan darahnya untuk hidupku, memberikan tubuhnya untuk jiwaku. Semetara, kau? Apa yang telah kau lakukan untukku? TIDAK ADA!", kirim Voldemort kepada benak Bellatrix.
Bellatrix Lestrange menoleh sekilas dengan sangat terkejut, membuatnya lengah akan serangan-serangan Molly Weasley. Dia berusaha menertawakan Molly, untuk menutupi kegetiran hatinya yang baru saja luluh lantak. Namun, usaha itu sia-sia, pertahanannya semakin lemah, serangan terakhir Molly menghantam dadanya, tepat pada jantung yag baru saja dihancurkan sang Tuan. Bellatrix Lestrange pun tewas seketika.
Kematian Lestrange tersebut membuat sang tuan tiba-tiba merasakan rasa sakit teramat dahsyat, seperti rasa sakit yang dialami Bella menjelang kematiannya. An illness becomes a nillness. Rasa sakit itulah yang membuat nyawanya dengan mudah melayang. Rasa sakit itupun menjalari tubuh Voldemort, da membuat hatinya semakin dendam dan berkobar untuk membunuh. Rasa sakit itu sepertinya hanya dapat dihilangkan jika ia telah memusnahkan penyebab rasa sakit itu. Ya, dia harus membunuh Molly Weasley!
Perlahan ia mendekati Molly, begitu ia mengarahkan tongkatnya menuju Molly, sekonyong-konyong ada mantra perlindungan sangat kuat yang menghalanginya dengan Molly. Tiba-tiba jasad Harry Potter berdiri di hadapannya. Bocah itu kembali hidup! Orang-orang di sekitarnya berteriak. Dia pun tersentak kaget. Harry Potter lagi-lagi kembali bertahan hidup?
Tidak bisa ia biarkan! Kali ini tidak boleh gagal lagi. Maka Voldemort pun kembali menghadapi musuh bebuyutannya. Harry tidak sama sekali melakukan perlawanan, Harry hanya menyapukan mantra perlindungan ke sekelilingnya, ia melarang orang lain membantunya menghadapi Voldemort. Voldemort tertawa menghina, tak mungkin bocah tengik ini bisa melawannya sendirian. Voldemort ingin melihat apa usaha terakhir Harry untuk menyelamatkan nayawanya sendiri dan seluruh Hogwarts. Ternyata Harry hanya mengoceh panjang lebar tentang penyebab-penyebab kegagalan dirinya menghabisi Harry, tentang pengkhianatan Snape yang disebabkan rasa cintanya kepada Lily, dan terutama tentang cinta Lily kepada sang putra.
"CINTA??? LAGI=LAGI CINTA??? JADI PENYEBAB SEMUA INI KARENA CINTA? KARENA KETIDAKMAMPUANNYA MERASAKAN CINTA? BULLSHIT!!! Akan kuhentikan ocehan tolol ini", pikir Sang Pangeran Kegelapan.
"Kali ini tongkatnya tidak akan mungkin mengalahkan tongkat milikku!", pikirnya kembali.
Namun kemudian Harry menjelaskan bahwa pemilik sah tongkat itu bukan Voldemort, melainkan dirinya sendiri. Voldemort yang tidak mempercayai perkataan Harry pun segera melayangkan kutukan mautnya kepada sang musuh, "AVADAAA KEDAVRAAAAAA!!!".
"EXPELLIARMUS!!!", balas Harry.
Cahaya hijau keluar dari ujung elder wand, dan tongkat itu terlempar ke udara, ujungnya berbalik arah ke Voldemort. Kutukan mematikan itu mengarah kepada sang pelontar.
Sesaat Voldemort terpaku, Horcrux-nya sudah musnah semua, Nyawanya terancam hilang.Tiba-tiba muncullah sesosok wajah keibuan milik wanita yang tidak pernah dilihatnya, namun sepertinya sangat mengenal dan dikenalnya. Wajah yang selama ini ia kubur dalam-dalam ke alam bawah sadarnya. Wajah yang ia ingkari untuk ia rindukan dan cintai. Wajah Merope, Ibunya... Rasa sakit pun semakin menjalari tubuhnya, dan sekejap kutukan mematikan pun menghantam dadanya. Rasa sakit menghilang ke dalam ketiadaan... Rasa sakit berubah menjadi ketiadaan. AN ILLNESS BECOMES A NILLNESS...
[AIsyah]
==== TAMAT ====Terima kasih untuk para kontributor. :D