Disclaimer: Harry Potter dan karakter lainnya © JKR, pemegang copyright cerita HarryPotter-- kecuali plot dan hasil pemikiran penulis. Fanfic ini dibuat hanya untuk hiburan semata dan tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan material apapun.
Rated: T - B.Indonesia - Drama atau Angst / SideStory
Awal/ akhir cerita oleh: Anne
Partisipan: Summer, Puti, Astrin, Rury, Sherly
Awan menghitam di atas Hogwarts. Angin berdesau, membawa salam dingin dari hujan yang tak lama lagi datang.
Pohon Dedalu tua menggoyangkan cabangnya. Sayap seekor burung hantu muda mengenai salah satu dahan muda. Lalu langsung terbang melesat untuk menyelamatkan nyawa.
Di kejauhan terdengar suara dari semak belukar. Seorang pria berjalan mendekat, dengan gerak gerik penuh curiga. Pohon Dedalu mengenalnya, meski ia ta pernah menyapa. Pria itu adalah Remus, yang sering mendatanginya.
[ :: anne :: ]
Rated: T - B.Indonesia - Drama atau Angst / SideStory
Awal/ akhir cerita oleh: Anne
Partisipan: Summer, Puti, Astrin, Rury, Sherly
Awan menghitam di atas Hogwarts. Angin berdesau, membawa salam dingin dari hujan yang tak lama lagi datang.
Pohon Dedalu tua menggoyangkan cabangnya. Sayap seekor burung hantu muda mengenai salah satu dahan muda. Lalu langsung terbang melesat untuk menyelamatkan nyawa.
Di kejauhan terdengar suara dari semak belukar. Seorang pria berjalan mendekat, dengan gerak gerik penuh curiga. Pohon Dedalu mengenalnya, meski ia ta pernah menyapa. Pria itu adalah Remus, yang sering mendatanginya.
[ :: anne :: ]
- - -
Di saat matahari mulai menjingga, lalu, seakan dalam satu tarikan nafas, berubah menjadi ungu.
Pria itu selalu datang, beberapa jam sebelum purnama membulat sempurna. Dalam balutan mantelnya yang lusuh, biasanya ia berjalan mengendap, seolah tidak mau dilihat. Seakan keberadaannya saat itu tidak boleh diketahui.
Biasanya ia akan berdiri di sana, dalam beberapa jengkal dari akar terluar yang mencuat. Menatap tepat ke rimbunan ranting Dedalu yang bergoyang lemah, seolah meminta ijin.
Kadang ada sebuah anggukan kecil, sebelum kemudian ia menunduk, dan dengan ayunan tongkatnya, menekan sebuah bagian di bawah batang Dedalu.
[ :: summer :: ]
----
Remus Lupin memasuki batang pohon Dedalu dengan sedikit bergegas. Kepalanya pusing dan nafas mulai tersengal. Ia benci dirinya sendiri. Ia benci keadaan ini. Ia benci harus melewati rute yang sama dengan diam-diam dan harus kembali ke tempat ini.
Kepalanya pusing, seolah didalamnya bisa mendengar suara berdentum keras. Ramuan wolfsbane dari Snape sudah ia bawa dibalik jaket panjangnya. Ia harus meminum ramuan ini malam ini. Dan melewati malam di Shrieking Shack seorang diri.
Malam semakin larut. Ruangan pengap ini begitu gelap, Remus hanya bisa menduga-duga kapan bulan purnama terlihat saat awan hitam menghilang.
Ia masuk ke sebuah kamar. Kini, meski tanpa bantuan cahaya, ia sudah hapal letak ruangan luar kepala tanpa harus terantuk benda, karena memang hampir tidak ada perabotan di rumah bobrok ini, hanya ada wallpaper sobek, sarang laba-laba dan beberapa tikus rumah yang berlari melintas.
Suara denting halus terdengar saat ia meletakkan botol Wolfsbane di meja nakas.
Asap biru tipis keluar saat botol ramuan terbuka. Ia benci aroma ramuan ini. Tapi ramuan ini harus ia minum, meski citarasanya bisa membuat lidahnya serasa kebas rasa untuk seminggu ke depan."Ramuan sialan," geramnya.
Remus Lupin menenggak ramuan Wolfsbane , dan mencoba mengabaikan dentuman kepalanya yang pusing ketika mencoba tidur malam itu.
[ :: anne :: ]
----
Setelah beberapa kali mengatur posisi yang nyaman, matanya tak mau juga terpejam. Dan sungguh sialnya, sakit kepala ini tidak mau juga hilang. Bahkan rasanya lebih menyakitkan dari sebelumnya. "Apa sih yang dimasukkan Snape kedalamnya ? Jangan-jangan dia memasukkan racun kedalam ramuan ini dan berharap aku mati ?" Batinnya sambil terus memegang kepalanya.
Ah... disaat sakit seperti ini Remus selalu merindukan kehadiran ketiga sahabatnya lebih dari hari-hari biasa. Karena dulu ketika ia melalui proses yang sangat menyakitkan seperti ini, ketiga sehabatnya selalu setia menemaninya. Kehadiran mereka selalu berhasil membuatnya ingat bahwa ia adalah manusia bukan seekor makhluk yang menjijikkan itu.
Kini ketika James telah tenang berada di alam sana , ketika Sirius berada nun jauh di Azkaban, serta Peter yang juga tlah tiada hanya kenangan akan mereka yang berputar dikepalanya lah sanggup membuatnya sadar bahwa ia adalah manusia.
[ :: Puti :: ]
------
Udara di luar yg semakin dingin memaksa Remus untuk mengetatkan jubahnya, meskipun ia tahu itu tidak akan bertahan lama. Transformasi rutinnya akan berlangsung dalam beberapa menit lagi. Ia bisa merasakannya, seiring dengan pekatnya langit memperlihatkan cahaya perak bulan yang semakin membulat sempurna.
"Sebentar lagi." Remus berbicara pada dirinya sendiri. Ia melihat ke sekitar ruangan itu. Rusak dan reyot, itu kata-kata yang dapat menggambarkan keadaan disekitarnya. Ia tahu ini semua akibat dirinya saat bertansformasi. Ia yang merusaknya, semuanya, bertahun-tahun yang lalu, ia tahu itu.
Remus terduduk di tepian tempat tidur bertiang empat itu. Sepertinya kali ini kantuk enggan menyapanya. Akhirnya ia berjalan ke depan jendela dengan enam kaca berbentuk kotak, diantaranya sudah pecah akibat ulahnya dulu. Ya dulu, sebelum ia mengetahui tentang ramuan wolfsbane. Remus melihat Whomping Willow dari kejauhan, teringat akan alasan pohon itu berada disana. Sudah lebih dari 20 tahun yang lalu sejak pohon itu ditanam, dan hanya ia, Dumbledore, Madam Pomfrey, dan ketiga sahabat terbaiknya yang mengetahui rahasia Willow Tua itu. Ah ya, tentu saja Snivellus juga mengetahuinya, bukankah Sirius yang dulu memberitahunya? Tidak hanya rahasia tentang pohon itu, tetapi juga rahasianya yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Ia seorang Werewolf. Seorang serigala jadi-jadian. Yang lebih parah, ia bisa menjadi seorang Monster tak berperasaan. Meskipun ia hidup di dunia sihir, keadaannya yang seperti ini selalu menyulitkannya. Itu semua selalu berhasil membuatnya membenci dirinya sendiri. Dan ketakutannya yang terbesar adalah bertemu bulan purnama. Meskipun banyak orang mengatakan indah, bulan pada saat itu adalah pertanda buruk baginya.
Remus kembali menatap Whomping Willow, teringat sebuah kejadian yang hampir menewaskan ketiga sahabatnya ketika mereka ingin mengetahui kemana perginya ia setiap bulan.
[ :: astrin :: ]
----
(cerita mundur 20 tahun ke belakang, saat The Marauders masih sekolah)
"James, Remus bertingkah aneh belakangan ini," ujar Sirius ketika mereka selesai praktikum Herbologi. "tidak seperti biasanya, ia seperti orang aneh, berjam-jam menghilang di perpustakaan Hogwarts, dan semalam.." Sirus berhenti melanjutkan kalimatnya.
Ternyata Sirius sedang membalas lambaian Annette Lumiere, cewek Ravenclaw yang ia taksir sebulan ini.
James menukas, "Kebiasaan, kalau ngomong setengah-setengah!"
Sirius nyengir. "Iya, sorry. Salah siapa dong kalau aku ganteng, dan ada yang melambaikan tangan padaku? Hm, sampai mana tadi? Oh ya, Remus. Remus semalam kulihat meminjam buku-buku tentang ramuan dan tanaman ajaib. Padahal setahuku Herbologi bukan pelajaran yang menarik baginya."
"Buku-buku apa yang ia pinjam? Kalau ia mencoba menaikkan poin Gryffindor yang sempat turun karena Slytherin minggu lalu, kurasa itu bagus!"
Sirius menghela napas. Ia tahu, pasti ada yang disembunyikan oleh sahabatnya, Remus. Tapi Remus akan menyimpan masalahnya seorang diri, kalau belum merasa perlu meminta saran dan pendapat orang lain, bahkan pada teman-teman terdekatnya.
--
Remus sedang membaca di dekat jendela asrama ketika mendengar tawa James dan Sirius dari lantai bawah. Sebisa mungkin ia bersikap wajar, segera menutup buku yang ia baca, menyimpan serpihan sesuatu ke dalam kantung beludru, menyembunyikan semuanya di bawah kasur, dan mengambil buku lain sebagai pengganti bacaan.
Sirius muncul dari balik pintu. "Hey Remus. Kok tadi menghilang duluan sih?"
"Yeah. Sorry duluan. Aku ada keperluan mendadak," jawab Remus sok santai.
"Mendadak perlu baca buku Aritmancy? Jam segini?" goda James menunjuk buku yang Remus baca.
Sial, gumam Remus. Percuma berbohong di depan James. Ada kekuatan di sorot mata James yang membuatnya harus percaya dan tidak bisa menyimpan rahasia. Remus mendengar Sirius tertawa tertahan. "Iya deh. Aku akan cerita sesuatu. Tapi tidak sekarang,"kata Remus.
"Ini rahasia."
[ :: anne :: ]
----
Sudah dua tahun berlalu, tapi Remus tak juga menceritakan rahasianya itu. Tingkahnya pun semakin lama semakin aneh. James dan Sirius tak tahan lagi melihat tingkah sahabatnya itu. Mereka pun memaksa Remus untuk mengatakan semuanya.
"Remus, sebenarnya apa yang selama ini kau sembunyikan dari kami ?" Tanya James siang itu
"Em... aku tak menyembunyikan apa-apa, James," elak Remus
"Kalau tidak menyembunyikan sesuatu lalu buat apa kau mencari informasi tentang tanaman ini ?" Ujar Sirius sambil membuka halaman dari buku herbologi yang telah ditandai oleh Remus.
"Setahuku tanaman ini adalah bahan utama pembuatan ramuan Wolfsbane, apa kaitannya dirimu dan ramuan ini, Remus ?" Selidik Sirius
"Hah, baiklah. Sepertinya aku memang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan semua ini dari kalian." Ujar Remus pasrah.
"Yang perlu kalian ketahui sebenarnya aku adalah seorang Werewolf, aku tergigit ketika aku masih sangat kecil," ujar Remus lirih
"Oh, pantas setiap malam bulan purnama kau selalu menghilang, Remus. Kemana kau pergi?" Tanya James santai
"Setiap malam bulan purnama aku selalu dibawa oleh Dumbledore ke Shrieking Shack."
"Shrieking Shack ? Itukan di Hogsmeade. Bukankah itu rawan kau akan berubah ditengah jalan,Remus ?" Tanya Sirius khawatir
"Kalian tau pohon Whomping Willow disana ?" Kedua sahabat Remus itu hanya mengangguk
[:: rury ::]
"Waktu itu, aku tidak tahu harus pergi kemana pada saat akan berubah menjadi Werewolf. Tepat ketika aku sedang di Hutan Terlarang, aku bertransformasi dan Dumbledore melihatku."
"Lalu, apa reaksinya ?" tanya James
"Dia bilang kalau sudah sejak lama ia mengetahui bahwa aku werewolf. Dan ia mengikutiku untuk membuktikan kebenarannya. Setelah itu ia mengajakku ke pohon tersebut karena disana tempat yang aman untuk bertransformasi." Remus menjelaskan
James dan Sirius terdiam beberapa saat.
"Kenapa harus di pohon Whomping Willow ? Pohon lain kan banyak? Kenapa harus disana?" tanya James
[:: sherly ::]
----
"James, apa kau tidak tahu kalau Whomping Willow adalah pohon yang dapat bergerak bebas?" tanya Remus kembali kepada James.
"Ya, aku tahu itu. Maksudku, semua orang tahu kalau Whomping Willow adalah pohon yang dapat bergerak, dan sangat berbahaya berada dekat dengannya. Dumbledore memberitahu kita semua pada pidato awal tahun." James menjawab. "Tetapi, kenapa harus pohon berbahaya itu, Remus?"
"Benar apa yang dikatakan James, Willow itu lebih dari sekedar berbahaya, Remus. Kau bisa mati terlempar entah kemanapun, dengan berada disekitarnya. Pohon itu tidak suka diganggu." ucap sirius agak geram.
"Hanya ada satu alasan mengapa pohon itu ditanam disana, dan mengapa harus pohon Willow. Alasan yang sama mengapa Shrieking Shack berhantu dan warga Hogsmade takut mendekati rumah itu." Remus menatap kedua sahabatnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang. Ia melanjutkan, "Aku dan keadaanku sebagai werewolf. Itulah alasan keberadaan pohon itu disana."
"Maksudmu?" Tanya sirius bingung. James hanya terdiam, sama bingungnya dengan Sirius.
"Hmmh." Remus menghembuskan nafas. 'Apa sebaiknya aku tidak memberitahu mereka tentang ini semua? Aku tidak bisa menjelaskan kepada mereka. Ini terlalu rumit. Dumbledore memberitahuku untuk merahasiakan ini semua pada siapapun. Tapi mereka sahabatku, teman-temanku yang selalu ada bersamaku. Apa aku tega membohongi mereka? Walau terkadang aku juga ingin mereka mengetahuinya. Aku ingin punya teman saat aku menjadi werewolf. Betapa sepi dan menyeramkannya Shrieking Shack pada malam hari bulan purnama. Tapi aku juga tidak ingin membawa mereka ke dalam bahaya. Tidak hanya tentang pohon Willow itu, atau tentang pelanggaran peraturan sekolah untuk menjauhi Willow, tetapi juga transformasi dan insting manusiaku yang hilang saat menjadi werewolf. Aku bisa dengan tidak sadar membunuh mereka. Belum lagi kepercayaan Dumbledore yang aku khianati. Dumbledore telah banyak menolongku. Aku bingung.'
'Mereka sudah mengetahui sebagian kebenaran tentang diriku. Apa aku sanggup membawa mereka menyelam lebih jauh kedalam bahaya yang aku timbulkan? Bagaimana jika mereka menjauhiku setelah tahu tentang kebohongan yang Dumbledore ciptakan tetang Shrieking Shack? Tentang mengapa pohon berbahaya seperti Whomping WIllow ditanam di dekat Hogwarts. Bagaimana jika mereka malah akan membenciku setelah nantinya mereka melihat aku bertransformasi? Aku sama sekali tidak ingin kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka yang terbaik yang bisa aku temukan. Dan aku tidak ingin membahayakan mereka.' Remus berkutat dengan pikirannya sendiri. Ia terlihat menatap Whomping Willow, tetapi pandangan matanya tidak fokus, seolah ia sedang tidak berada disana.
Tiba-tiba Whomping Willow bergerak liar. Ranting-ranting pohonnya mengayun dengan cepat dan ganas. Remus tersadar seketika. Semua terjadi begitu cepat. Ia melihat Sirius mencoba mendekati Whomping Willow, melemparnya dengan batu. Seekor burung kecil yang sedang melintas diatas pohon itu secara tidak sengaja terkena salah satu dahan Whomping Willow. Pohon itu memukul si burung kecil hingga terjatuh ke dekat kaki James. James memeperhatikan sejenak burung itu, dan tersadar jika burung kecil tersebut tidak lagi bergerak. 'Tewas seketika.' Ucap James dalam hati. Ia mulai ketakutan, matanya membelalak ketika melihat Sirius sekarang berada di dekat pohon itu.
"SIRIUS!! AWAS!!" Remus bergerak cepat, berlari menarik jubah Sirius dan memaksanya mundur. Mereka terjatuh. Satu sulur dahan pohon Willow yang cukup besar terayun diatas kepala mereka. James shock dan terpaku melihat kedua sahabatnya berada sedekat itu dengan Whomping Willow yang mengamuk.
"MUNDUR!!" teriak Remus sambil merangkak mundur menarik jubah Sirius menjauhi Willow.
[ :: astrin :: ]
Sirius masih setengah shock dan Remus harus menariknya agar menjauhi pohon Willow itu.
"Ayo Sirius, James, kita harus pergi dari sini. Sepertinya pohon Willow sedang tidak bersahabat." teriak Remus pada kedua temannya.
Sirius dan James hanya mengangguk mengiyakan lalu setengah berlari mengikuti Remus.
"Apakah pohon Willow selalu liar seperti ini ketika kau datang?" tanya Sirius cemas
"Tidak selalu, ada masa - masa dimana pohon Willow itu bergerak liar seperti tadi. Tak jarang ketika aku sedang berubah menjadi werewolf, aku harus pergi menjauhi pohon Willow itu. Tetapi pohon tersebut memang benar - benar dahsyat." Remus menggelengkan kepala
"Lalu kemana kau pergi ketika pohon Willow itu mengamuk?"tanya James santai
"Apakah kalian melihat dibawah pohon Willow itu ada lubang?"
"Lubang? Lubang apa ?" tanya James heran
"Ketika pohon Willow meengamuk. aku berusaha menjauhinya, tapi salah satu cara untuk menyelamatkan diriku.. sesungguhnya adalah memasuki pohon itu. Tetapi lebih baik kalian tidak usah tahu dahulu tentang apa yang ada di dalam pohon itu." Lalu Remus pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu. Takut mereka akan bertanya lebih jauh lagi.
[:: sherly ::]
---
James tidak habis pikir, bahwa segala desas-desus tentang Shrieking Shack dan larangan Dumbledore untuk mendekati Pohon Dedalu berhubungan erat dengan sahabatnya. Ia masih shock dengan apa yang baru saja menimpa mereka. Hanya satu senti yang dibutuhkan Pohon dedalu untuk meremukkan kepala mereka. Hanya satu senti jarak mereka dengan kematian.
James mengusap wajahnya yang berkeringat dingin. Kakinya gemetar. Perjalanan kembali ke kastil terasa begitu jauh. Meski demikian, ia terus berusaha fokus mendengarkan penjelasan Remus.
“Jadi apa yang terjadi jika seseorang tidak sengaja mendekati pohon itu?” tanya Sirius. James menoleh ke arah Remus dan mendapati sahabatnya itu memasang muka muram.
“Seperti yang kau lihat pada burung tadi,” katanya.
‘Tewas seketika,’ ujar james dalam hati.
“Kau ingat Davey Gudgeon? Ia nyaris kehilangan sebelah matanya karena mencoba mendekati pohon itu,” tambah Remus.
James menelan ludah. Terlepas dari niat baik Dumbledore untuk menolong Remus, keberadaan Pohon Dedalu di pelataran Hogwarts adalah sebuah ancaman. Bayangkan saja jika ada murid-murid baru yang memutuskan untuk mengabaikan peringatan Kepala Sekolah dan mencoba peruntungan mereka dengan pohon itu.
Seraya memikirkan hal itu, James berusaha tetap tenang saat melangkah memasuki halaman kastil. Dalam satu detik yang nyaris seperti mimpi, ia merasa melihat sekelebat hitam dari arah kiri kastil. James menghentikan langkahnya untuk melihat lebih jelas. Tidak ada siapa-siapa di sana, hanya rerumputan dan batu-batu kecil yang tersebar di atasnya.
James mendesah pelan. Perlahan ia mulai mengerti alasan Dumbledore merahasiakan hal ini. Segalanya terlalu berbahaya, bahkan untuk dirinya sendiri. Rahasia Remus dan Pohon Dedalu harus tetap dijaga. Jangan sampai bocor dan diketahui murid lain, terutama satu orang dari Slytherin.
Severus Snape.
[ :: summer :: ]
---
(kembali ke masa kini)
Rasa pusing itu semakin menjadi. Ruangan Shrieking Shack berputar untuk ke ratusan kalinya. Ingin rasanya Remus berteriak sekencang-kencangnya, andai teriakan bisa mengurangi rasa sakitnya. Tapi yang bisa ia lakukan hanya menggigit pinggiran jubahnya dan terpaksa menelan rasa sakit ketika tubuhnya mulai bereaksi dan berubah bentuk.
Ia tahu tubuhnya bukan lagi manusia malam ini. Rasa sakitnya, dendam dan amarahnya pada Fenrir Greyback, semakin membuatnya gila. Ia hanya bisa merasakan amarah malam ini. Amarah melupakan rasa sakitnya. Setidaknya itu yang ia rasakan sekarang.
[:: anne ::]
---
Remus mencoba bergelung di bawah meja nakas yang sudah terlalu reyot. Ada banyak bekas cakaran di batang penyangganya. Ia tak ingat lagi sudah berapa kali ia melakukan hal serupa, mencoba mengurangi rasa sakit dengan bergelung di sana, berusaha menahan keinginan untuk menerjang sesuatu, sementara kukunya yang memanjang dan menajam menekan keras kaki meja. Membuat goresan baru.
Dinginnya lantai Shrieking Shack laksana setitik air yang terpanggang api. Tubuhnya terasa terbakar. Bertahun-tahun mengalami transformasi, ia masih tidak bisa menahan rasa sakit yang menjadi-jadi ini. Andai saja ia mengabaikan desakan Dumbledore untuk meminum ramuan wolfsbane-nya, ia ragu ia akan tetap berada di sini sekarang.
Remus menatap nanar jendela yang berdebu. Dari tempatnya bergelung sekarang, samar-samar bisa ia lihat cahaya dari rumah-rumah di Hogsmead.
Ia rindu rumahnya. Ibunya. Saat di mana ia bebas berkeliaran layaknya anak kecil berumur empat tahun yang lain. Mengejar jembalang dan bermain lempar salju. Saat-saat bahagia dimana ia adalah manusia seutuhnya.
Remus mengerang. Tubuhnya yang telah bertansformasi bergetar karena amarah ketika mengingat kembali malam itu. Saat dirinya terpaksa menyerahkan hidupnya yang damai, karena Fenrir Greyback menghadiahinya sebuah gigitan.
[ :: summer :: ]
----
Musim panas 1971. Remus ingat saat itu ia memutuskan berjalan-jalan seorang diri, tidak bergabung dengan sahabat-sahabatnya. James, Sirius mengajak Peter untuk menjadikan Severus bahan lelucon mereka minggu ini. Sebenarnya Remus ngga pernah setuju ide jahil James, karena Remus sadar, James sengaja melakukan itu karena ia cemburu pada Severus.
Remus berjalan keluar dari pelataran Barat Hogwarts, (sumber: http://www.hp-lexicon.org/images/maps/hogwarts-map-cm.jpg ) menaiki dataran berbukit, di sana ada sebuah tempat terbuka, dimana ia membelakangi Dumbedore dan Hagrid di sana, sedang bicara dengan Prof.Sprout. Karena ia tahu kalaupun ia kembali ke Hogwarts dirinya akan tetap terlihat mereka, Remus memutuskan untuk berjalan mendekat.
Remus melihat baju Hagrid begitu kotor, sebuah sekop raksasa tegak berdiri di sampingnya. Prof. Sprout terlihat sedang mengibaskan celemek berkebunnya, dan terlihat berbisik dengan Dumbledore ketika menyadari kehadiran Remus.
Dumbledore memutar badannya. "Hello, Remus! Sore yang cerah. Bukankah begitu? Tapi mengapa kau tidak bersama teman-temanmu, James, Sirius, Peter?"
"Ya, Sir. Sore yang cerah..." Remus sedikit bingung harus bereaksi apa untuk menjawab sapaan Dumbledore, dan malah balik bertanya pada Hagrid, "menanam pohon baru, Hagrid?"
"Yeah, Profesor Dumbledore meminta tolong padaku kemarin. Pohon Dadali (= kalau dalam bahasa Sunda artinya Elang- red) ini akan tumbuh besar!" jawab Hagrid semangat.
"Pohon Dedalu, Hagrid." ralat Prof.Sprout.
Dumbledore terkekeh.
"Kau lihat Remus, karena kau ada di sini, akan kuberi tahu bahwa pohon Dedalu ini bisa berbahaya. Tapi kurasa suatu saat pohon ini bisa berguna. Bila sampai pada waktunya."
ujar Prof.Dumbledore penuh rahasia.
[:: anne ::]
"Berbahaya namun berguna?" Remus tampak binggung mendengar pernyataan Prof. Dumbledore. Dumbledore hanya tersenyum kecil sambil membenarkan kacamatanya
"Ngomong - ngomong, kau tidak menjawab pertanyaanku tadi Remus. Kenapa kau tidak bersama ketiga temanmu? Ada masalah?" Dumbledore mengalihkan perhatian Remus lagi dari pohon yang sedang ditanam Hagrid
"Ah tidak apa - apa, Sir. Aku hanya ingin menyendiri saja." elak Remus.
Dumbledore menatap Remus dalam - dalam dan hanya mengiyakan pernyataan Remus tadi.
"Oh baiklah Remus, aku harus kembali ke Hogwarts sekarang. Lebih baik kau pulang juga sekarang sebelum terlalu malam."
"Ok, Sir. Sebentar lagi aku akan pulang ke asrama. Aku ingin disini terlebih dahulu." Prof Dumbledore tersenyum dan pergi meninggalkan mereka bertiga, Remus, Prof. Sprout, dan Hagrid.
"Prof. Sprout tanaman apa itu?"tanya Remus
"Oh dear, ini adalah Pohon Dedalu."jawab Professor Sprout singkat
"Iya aku tau namanya, Professor. Tapi aku tidak mengerti maksud Prof. Dumbledore tadi. Apa sebenarnya pohon ini."
"Seperti yang dikatakan Professor Dumbledore, Remus. Kau akan tau ketika sampai pada waktunya. Aku tidak mempunyai hak untuk memberitahukanmu." Prof. Sprout menepuk pundak Remus sambil menatapnya. Remus hanya menunduk tak mengerti.
[::sherly::]
--- silakan diteruskan, harap langsung edit di dokumen ini ---
Suatu sore di musim panas 1971, Dumbledore memanggil Remus Lupin ke kantornya. Remus baru akan menyusul James, Sirius dan Peter ke Menara Astronomi saat mendapat perkamen dari Dumbledore.
"Remus yang baik, temui saya di kantor Kepala Sekolah segera. Ada yang perlu saya sampaikan kepadamu. Penting. Harap datang seorang diri.- Prof.Dumbledore."
Jantung Remus berdetak cepat. Apakah ia salah, melihat soal penanaman pohon Dedalu waktu itu? Ia belum lagi sempat cerita soal ini ke sahabat-sahabatnya. Apakah ia harus cerita soal rahasia beberapa tahun lalu, saat tragedi pertengkaran ayahnya dan Fenrir? Apakah karena ia sering bolos sekolah, untuk alasan yang tidak bisa ia ceritakanke siapa-siapa?
Remus menaiki tangga ulir ke Kantor Kepala Sekolah. Dumbledore menunggu di sana.
"Duduklah, Remus. " Dumbledore menyapanya, sambil menutup buku sihir yang sedang ia baca. Buku itu mengeluarkan percikan api saat ditutup dengan pelan.
Remus mencoba untuk duduk dengan nyaman--meski sungguh sulit, ketika begitu banyak rahasia yang menjadi beban ada di balik punggungnya. Ia sekilas melihat luka di pergelangan tangannya terlihat, ia mencoba membenarkan posisi lengan kemeja sekolahnya, agar bekas luka itu tertutup.
"Aku mendapat laporan dari para Profesor bahwa kau sering tidak masuk kelas pelajaran mereka. Apakah ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Dumbledore dengan tenang. Remus mencoba menelan ludah, tapi ia merasa tak ada gunanya. Remus tidak mungkin berbohong pada Dumbledore. Ada kekuatan di tatapan Profesor baik hati ini yang membuatnya sulit menutupi rahasia.
"Yya.. Sir. Itu memang benar. Saya suka membolos. Tapi sebenarnya.." Remus kehilangan kata-kata, bingung harus mulai cerita darimana. "Sebenarnya, saya tidak yakin saya harus cerita soal ini.."
"Sesungguhnya aku tahu, Remus. Aku sudah tahu. Sebelum kau masuk ke Hogwarts, ayah-ibumu menitipkan pesan padaku untuk menjagamu selama di sini. Dan aku begitu bangga pada ayahmu, sehingga permintaan kedua orangtuamu tentu akan aku perhatikan."
Remus terdiam. matanya tidak berani menatap Dumbledore. Ia menatap susunan lantai batu kantor itu. Yang mengingatkannya pada lantai batu rumahnya, saat ia terjatuh lemas setelah menerima gigitan orang yang paling jahat yang menyerang ayahnya.
"Itulah sebabnya aku meminta Hagrid menanam pohon itu, Remus. Karena aku tahu ada jalan rahasia yang bisa menghubungkan dengan Shrieking Shack." papar Dumbledore.
"Shrieking Shack?" gumam Remus dalam hati. "..itu tempat berhantu,bukan? Apa maksud Dumbledore?" pertanyaan ini muncul di benak Remus.
"Iya, itu tempat yang katanya berhantu, Remus." jawab Dumbledore. Ia tersenyum. Tentu saja Remus tidak tahu, bahwa ia bisa menggunakan kemampuan Legilimens-nya. Membaca pikira seorang anak usia 11 tahun bukan masalah untuknya.
"Itulah sebabnya aku menanam pohon Dedalu di pintu masuk jalan rahasia menuju tempat itu, " lanjut Dumbledore. "Sekarang kau bisa menghabiskan waktu di sana disaat-saat tertentu ketika kau memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Ini demi keselamatanmu. Juga demi keselamatan teman-temanmu."
Remus begitu kaget karena ia mengeluarkan airmata. Segera ia susut sebelum terlihat jatuh.
"Maaf, Profesor. Aku.. saya.." Remus tiba-tiba tidak merasa kesepian. Ia tahu Dumbledore ternyata siap membantunya melewati masa-masa penuh perjuangan.
"Tenanglah, Remus. Mari kita jadikan ini rahasia bersama. Pohon Dedalu akan tumbuh besar lebih cepat dari waktu tumbuh normalnya. Minggu depan, kita akan masuk bulan purnama. Kau bisa memasuki jalan rahasia dari bawah akar pohon itu. Pastikan tidak ada orang yang melihatmu. Jalan rahasia itu akan berujung pada ruang bawah tanah Shrieking Shack. Kau bisa tinggal di sana supaya terhindar bahaya."
Remus menatap mata Dumbledore yang biru. Ia berterima kasih pada Dumbledore. Dan meninggalkan kantor Kepala Sekolah dengan perasaan lega. Separuh beban hidupnya terasa terangkat.
Kini perjuangan lebih berat adalah ketika harus menceritakan hal ini pada sahabat-sahabatnya. Ia percaya Dumbledore akan melindunginya, sekarang ia harus percaya sahabat-sahabatnya pasti akan melakukan hal yang sama.
[:: anne ::]
--- FINISH ---
Di saat matahari mulai menjingga, lalu, seakan dalam satu tarikan nafas, berubah menjadi ungu.
Pria itu selalu datang, beberapa jam sebelum purnama membulat sempurna. Dalam balutan mantelnya yang lusuh, biasanya ia berjalan mengendap, seolah tidak mau dilihat. Seakan keberadaannya saat itu tidak boleh diketahui.
Biasanya ia akan berdiri di sana, dalam beberapa jengkal dari akar terluar yang mencuat. Menatap tepat ke rimbunan ranting Dedalu yang bergoyang lemah, seolah meminta ijin.
Kadang ada sebuah anggukan kecil, sebelum kemudian ia menunduk, dan dengan ayunan tongkatnya, menekan sebuah bagian di bawah batang Dedalu.
[ :: summer :: ]
----
Remus Lupin memasuki batang pohon Dedalu dengan sedikit bergegas. Kepalanya pusing dan nafas mulai tersengal. Ia benci dirinya sendiri. Ia benci keadaan ini. Ia benci harus melewati rute yang sama dengan diam-diam dan harus kembali ke tempat ini.
Kepalanya pusing, seolah didalamnya bisa mendengar suara berdentum keras. Ramuan wolfsbane dari Snape sudah ia bawa dibalik jaket panjangnya. Ia harus meminum ramuan ini malam ini. Dan melewati malam di Shrieking Shack seorang diri.
Malam semakin larut. Ruangan pengap ini begitu gelap, Remus hanya bisa menduga-duga kapan bulan purnama terlihat saat awan hitam menghilang.
Ia masuk ke sebuah kamar. Kini, meski tanpa bantuan cahaya, ia sudah hapal letak ruangan luar kepala tanpa harus terantuk benda, karena memang hampir tidak ada perabotan di rumah bobrok ini, hanya ada wallpaper sobek, sarang laba-laba dan beberapa tikus rumah yang berlari melintas.
Suara denting halus terdengar saat ia meletakkan botol Wolfsbane di meja nakas.
Asap biru tipis keluar saat botol ramuan terbuka. Ia benci aroma ramuan ini. Tapi ramuan ini harus ia minum, meski citarasanya bisa membuat lidahnya serasa kebas rasa untuk seminggu ke depan."Ramuan sialan," geramnya.
Remus Lupin menenggak ramuan Wolfsbane , dan mencoba mengabaikan dentuman kepalanya yang pusing ketika mencoba tidur malam itu.
[ :: anne :: ]
----
Setelah beberapa kali mengatur posisi yang nyaman, matanya tak mau juga terpejam. Dan sungguh sialnya, sakit kepala ini tidak mau juga hilang. Bahkan rasanya lebih menyakitkan dari sebelumnya. "Apa sih yang dimasukkan Snape kedalamnya ? Jangan-jangan dia memasukkan racun kedalam ramuan ini dan berharap aku mati ?" Batinnya sambil terus memegang kepalanya.
Ah... disaat sakit seperti ini Remus selalu merindukan kehadiran ketiga sahabatnya lebih dari hari-hari biasa. Karena dulu ketika ia melalui proses yang sangat menyakitkan seperti ini, ketiga sehabatnya selalu setia menemaninya. Kehadiran mereka selalu berhasil membuatnya ingat bahwa ia adalah manusia bukan seekor makhluk yang menjijikkan itu.
Kini ketika James telah tenang berada di alam sana , ketika Sirius berada nun jauh di Azkaban, serta Peter yang juga tlah tiada hanya kenangan akan mereka yang berputar dikepalanya lah sanggup membuatnya sadar bahwa ia adalah manusia.
[ :: Puti :: ]
------
Udara di luar yg semakin dingin memaksa Remus untuk mengetatkan jubahnya, meskipun ia tahu itu tidak akan bertahan lama. Transformasi rutinnya akan berlangsung dalam beberapa menit lagi. Ia bisa merasakannya, seiring dengan pekatnya langit memperlihatkan cahaya perak bulan yang semakin membulat sempurna.
"Sebentar lagi." Remus berbicara pada dirinya sendiri. Ia melihat ke sekitar ruangan itu. Rusak dan reyot, itu kata-kata yang dapat menggambarkan keadaan disekitarnya. Ia tahu ini semua akibat dirinya saat bertansformasi. Ia yang merusaknya, semuanya, bertahun-tahun yang lalu, ia tahu itu.
Remus terduduk di tepian tempat tidur bertiang empat itu. Sepertinya kali ini kantuk enggan menyapanya. Akhirnya ia berjalan ke depan jendela dengan enam kaca berbentuk kotak, diantaranya sudah pecah akibat ulahnya dulu. Ya dulu, sebelum ia mengetahui tentang ramuan wolfsbane. Remus melihat Whomping Willow dari kejauhan, teringat akan alasan pohon itu berada disana. Sudah lebih dari 20 tahun yang lalu sejak pohon itu ditanam, dan hanya ia, Dumbledore, Madam Pomfrey, dan ketiga sahabat terbaiknya yang mengetahui rahasia Willow Tua itu. Ah ya, tentu saja Snivellus juga mengetahuinya, bukankah Sirius yang dulu memberitahunya? Tidak hanya rahasia tentang pohon itu, tetapi juga rahasianya yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Ia seorang Werewolf. Seorang serigala jadi-jadian. Yang lebih parah, ia bisa menjadi seorang Monster tak berperasaan. Meskipun ia hidup di dunia sihir, keadaannya yang seperti ini selalu menyulitkannya. Itu semua selalu berhasil membuatnya membenci dirinya sendiri. Dan ketakutannya yang terbesar adalah bertemu bulan purnama. Meskipun banyak orang mengatakan indah, bulan pada saat itu adalah pertanda buruk baginya.
Remus kembali menatap Whomping Willow, teringat sebuah kejadian yang hampir menewaskan ketiga sahabatnya ketika mereka ingin mengetahui kemana perginya ia setiap bulan.
[ :: astrin :: ]
----
(cerita mundur 20 tahun ke belakang, saat The Marauders masih sekolah)
"James, Remus bertingkah aneh belakangan ini," ujar Sirius ketika mereka selesai praktikum Herbologi. "tidak seperti biasanya, ia seperti orang aneh, berjam-jam menghilang di perpustakaan Hogwarts, dan semalam.." Sirus berhenti melanjutkan kalimatnya.
Ternyata Sirius sedang membalas lambaian Annette Lumiere, cewek Ravenclaw yang ia taksir sebulan ini.
James menukas, "Kebiasaan, kalau ngomong setengah-setengah!"
Sirius nyengir. "Iya, sorry. Salah siapa dong kalau aku ganteng, dan ada yang melambaikan tangan padaku? Hm, sampai mana tadi? Oh ya, Remus. Remus semalam kulihat meminjam buku-buku tentang ramuan dan tanaman ajaib. Padahal setahuku Herbologi bukan pelajaran yang menarik baginya."
"Buku-buku apa yang ia pinjam? Kalau ia mencoba menaikkan poin Gryffindor yang sempat turun karena Slytherin minggu lalu, kurasa itu bagus!"
Sirius menghela napas. Ia tahu, pasti ada yang disembunyikan oleh sahabatnya, Remus. Tapi Remus akan menyimpan masalahnya seorang diri, kalau belum merasa perlu meminta saran dan pendapat orang lain, bahkan pada teman-teman terdekatnya.
--
Remus sedang membaca di dekat jendela asrama ketika mendengar tawa James dan Sirius dari lantai bawah. Sebisa mungkin ia bersikap wajar, segera menutup buku yang ia baca, menyimpan serpihan sesuatu ke dalam kantung beludru, menyembunyikan semuanya di bawah kasur, dan mengambil buku lain sebagai pengganti bacaan.
Sirius muncul dari balik pintu. "Hey Remus. Kok tadi menghilang duluan sih?"
"Yeah. Sorry duluan. Aku ada keperluan mendadak," jawab Remus sok santai.
"Mendadak perlu baca buku Aritmancy? Jam segini?" goda James menunjuk buku yang Remus baca.
Sial, gumam Remus. Percuma berbohong di depan James. Ada kekuatan di sorot mata James yang membuatnya harus percaya dan tidak bisa menyimpan rahasia. Remus mendengar Sirius tertawa tertahan. "Iya deh. Aku akan cerita sesuatu. Tapi tidak sekarang,"kata Remus.
"Ini rahasia."
[ :: anne :: ]
----
Sudah dua tahun berlalu, tapi Remus tak juga menceritakan rahasianya itu. Tingkahnya pun semakin lama semakin aneh. James dan Sirius tak tahan lagi melihat tingkah sahabatnya itu. Mereka pun memaksa Remus untuk mengatakan semuanya.
"Remus, sebenarnya apa yang selama ini kau sembunyikan dari kami ?" Tanya James siang itu
"Em... aku tak menyembunyikan apa-apa, James," elak Remus
"Kalau tidak menyembunyikan sesuatu lalu buat apa kau mencari informasi tentang tanaman ini ?" Ujar Sirius sambil membuka halaman dari buku herbologi yang telah ditandai oleh Remus.
"Setahuku tanaman ini adalah bahan utama pembuatan ramuan Wolfsbane, apa kaitannya dirimu dan ramuan ini, Remus ?" Selidik Sirius
"Hah, baiklah. Sepertinya aku memang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan semua ini dari kalian." Ujar Remus pasrah.
"Yang perlu kalian ketahui sebenarnya aku adalah seorang Werewolf, aku tergigit ketika aku masih sangat kecil," ujar Remus lirih
"Oh, pantas setiap malam bulan purnama kau selalu menghilang, Remus. Kemana kau pergi?" Tanya James santai
"Setiap malam bulan purnama aku selalu dibawa oleh Dumbledore ke Shrieking Shack."
"Shrieking Shack ? Itukan di Hogsmeade. Bukankah itu rawan kau akan berubah ditengah jalan,Remus ?" Tanya Sirius khawatir
"Kalian tau pohon Whomping Willow disana ?" Kedua sahabat Remus itu hanya mengangguk
[:: rury ::]
"Waktu itu, aku tidak tahu harus pergi kemana pada saat akan berubah menjadi Werewolf. Tepat ketika aku sedang di Hutan Terlarang, aku bertransformasi dan Dumbledore melihatku."
"Lalu, apa reaksinya ?" tanya James
"Dia bilang kalau sudah sejak lama ia mengetahui bahwa aku werewolf. Dan ia mengikutiku untuk membuktikan kebenarannya. Setelah itu ia mengajakku ke pohon tersebut karena disana tempat yang aman untuk bertransformasi." Remus menjelaskan
James dan Sirius terdiam beberapa saat.
"Kenapa harus di pohon Whomping Willow ? Pohon lain kan banyak? Kenapa harus disana?" tanya James
[:: sherly ::]
----
"James, apa kau tidak tahu kalau Whomping Willow adalah pohon yang dapat bergerak bebas?" tanya Remus kembali kepada James.
"Ya, aku tahu itu. Maksudku, semua orang tahu kalau Whomping Willow adalah pohon yang dapat bergerak, dan sangat berbahaya berada dekat dengannya. Dumbledore memberitahu kita semua pada pidato awal tahun." James menjawab. "Tetapi, kenapa harus pohon berbahaya itu, Remus?"
"Benar apa yang dikatakan James, Willow itu lebih dari sekedar berbahaya, Remus. Kau bisa mati terlempar entah kemanapun, dengan berada disekitarnya. Pohon itu tidak suka diganggu." ucap sirius agak geram.
"Hanya ada satu alasan mengapa pohon itu ditanam disana, dan mengapa harus pohon Willow. Alasan yang sama mengapa Shrieking Shack berhantu dan warga Hogsmade takut mendekati rumah itu." Remus menatap kedua sahabatnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang. Ia melanjutkan, "Aku dan keadaanku sebagai werewolf. Itulah alasan keberadaan pohon itu disana."
"Maksudmu?" Tanya sirius bingung. James hanya terdiam, sama bingungnya dengan Sirius.
"Hmmh." Remus menghembuskan nafas. 'Apa sebaiknya aku tidak memberitahu mereka tentang ini semua? Aku tidak bisa menjelaskan kepada mereka. Ini terlalu rumit. Dumbledore memberitahuku untuk merahasiakan ini semua pada siapapun. Tapi mereka sahabatku, teman-temanku yang selalu ada bersamaku. Apa aku tega membohongi mereka? Walau terkadang aku juga ingin mereka mengetahuinya. Aku ingin punya teman saat aku menjadi werewolf. Betapa sepi dan menyeramkannya Shrieking Shack pada malam hari bulan purnama. Tapi aku juga tidak ingin membawa mereka ke dalam bahaya. Tidak hanya tentang pohon Willow itu, atau tentang pelanggaran peraturan sekolah untuk menjauhi Willow, tetapi juga transformasi dan insting manusiaku yang hilang saat menjadi werewolf. Aku bisa dengan tidak sadar membunuh mereka. Belum lagi kepercayaan Dumbledore yang aku khianati. Dumbledore telah banyak menolongku. Aku bingung.'
'Mereka sudah mengetahui sebagian kebenaran tentang diriku. Apa aku sanggup membawa mereka menyelam lebih jauh kedalam bahaya yang aku timbulkan? Bagaimana jika mereka menjauhiku setelah tahu tentang kebohongan yang Dumbledore ciptakan tetang Shrieking Shack? Tentang mengapa pohon berbahaya seperti Whomping WIllow ditanam di dekat Hogwarts. Bagaimana jika mereka malah akan membenciku setelah nantinya mereka melihat aku bertransformasi? Aku sama sekali tidak ingin kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka yang terbaik yang bisa aku temukan. Dan aku tidak ingin membahayakan mereka.' Remus berkutat dengan pikirannya sendiri. Ia terlihat menatap Whomping Willow, tetapi pandangan matanya tidak fokus, seolah ia sedang tidak berada disana.
Tiba-tiba Whomping Willow bergerak liar. Ranting-ranting pohonnya mengayun dengan cepat dan ganas. Remus tersadar seketika. Semua terjadi begitu cepat. Ia melihat Sirius mencoba mendekati Whomping Willow, melemparnya dengan batu. Seekor burung kecil yang sedang melintas diatas pohon itu secara tidak sengaja terkena salah satu dahan Whomping Willow. Pohon itu memukul si burung kecil hingga terjatuh ke dekat kaki James. James memeperhatikan sejenak burung itu, dan tersadar jika burung kecil tersebut tidak lagi bergerak. 'Tewas seketika.' Ucap James dalam hati. Ia mulai ketakutan, matanya membelalak ketika melihat Sirius sekarang berada di dekat pohon itu.
"SIRIUS!! AWAS!!" Remus bergerak cepat, berlari menarik jubah Sirius dan memaksanya mundur. Mereka terjatuh. Satu sulur dahan pohon Willow yang cukup besar terayun diatas kepala mereka. James shock dan terpaku melihat kedua sahabatnya berada sedekat itu dengan Whomping Willow yang mengamuk.
"MUNDUR!!" teriak Remus sambil merangkak mundur menarik jubah Sirius menjauhi Willow.
[ :: astrin :: ]
Sirius masih setengah shock dan Remus harus menariknya agar menjauhi pohon Willow itu.
"Ayo Sirius, James, kita harus pergi dari sini. Sepertinya pohon Willow sedang tidak bersahabat." teriak Remus pada kedua temannya.
Sirius dan James hanya mengangguk mengiyakan lalu setengah berlari mengikuti Remus.
"Apakah pohon Willow selalu liar seperti ini ketika kau datang?" tanya Sirius cemas
"Tidak selalu, ada masa - masa dimana pohon Willow itu bergerak liar seperti tadi. Tak jarang ketika aku sedang berubah menjadi werewolf, aku harus pergi menjauhi pohon Willow itu. Tetapi pohon tersebut memang benar - benar dahsyat." Remus menggelengkan kepala
"Lalu kemana kau pergi ketika pohon Willow itu mengamuk?"tanya James santai
"Apakah kalian melihat dibawah pohon Willow itu ada lubang?"
"Lubang? Lubang apa ?" tanya James heran
"Ketika pohon Willow meengamuk. aku berusaha menjauhinya, tapi salah satu cara untuk menyelamatkan diriku.. sesungguhnya adalah memasuki pohon itu. Tetapi lebih baik kalian tidak usah tahu dahulu tentang apa yang ada di dalam pohon itu." Lalu Remus pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu. Takut mereka akan bertanya lebih jauh lagi.
[:: sherly ::]
---
James tidak habis pikir, bahwa segala desas-desus tentang Shrieking Shack dan larangan Dumbledore untuk mendekati Pohon Dedalu berhubungan erat dengan sahabatnya. Ia masih shock dengan apa yang baru saja menimpa mereka. Hanya satu senti yang dibutuhkan Pohon dedalu untuk meremukkan kepala mereka. Hanya satu senti jarak mereka dengan kematian.
James mengusap wajahnya yang berkeringat dingin. Kakinya gemetar. Perjalanan kembali ke kastil terasa begitu jauh. Meski demikian, ia terus berusaha fokus mendengarkan penjelasan Remus.
“Jadi apa yang terjadi jika seseorang tidak sengaja mendekati pohon itu?” tanya Sirius. James menoleh ke arah Remus dan mendapati sahabatnya itu memasang muka muram.
“Seperti yang kau lihat pada burung tadi,” katanya.
‘Tewas seketika,’ ujar james dalam hati.
“Kau ingat Davey Gudgeon? Ia nyaris kehilangan sebelah matanya karena mencoba mendekati pohon itu,” tambah Remus.
James menelan ludah. Terlepas dari niat baik Dumbledore untuk menolong Remus, keberadaan Pohon Dedalu di pelataran Hogwarts adalah sebuah ancaman. Bayangkan saja jika ada murid-murid baru yang memutuskan untuk mengabaikan peringatan Kepala Sekolah dan mencoba peruntungan mereka dengan pohon itu.
Seraya memikirkan hal itu, James berusaha tetap tenang saat melangkah memasuki halaman kastil. Dalam satu detik yang nyaris seperti mimpi, ia merasa melihat sekelebat hitam dari arah kiri kastil. James menghentikan langkahnya untuk melihat lebih jelas. Tidak ada siapa-siapa di sana, hanya rerumputan dan batu-batu kecil yang tersebar di atasnya.
James mendesah pelan. Perlahan ia mulai mengerti alasan Dumbledore merahasiakan hal ini. Segalanya terlalu berbahaya, bahkan untuk dirinya sendiri. Rahasia Remus dan Pohon Dedalu harus tetap dijaga. Jangan sampai bocor dan diketahui murid lain, terutama satu orang dari Slytherin.
Severus Snape.
[ :: summer :: ]
---
(kembali ke masa kini)
Rasa pusing itu semakin menjadi. Ruangan Shrieking Shack berputar untuk ke ratusan kalinya. Ingin rasanya Remus berteriak sekencang-kencangnya, andai teriakan bisa mengurangi rasa sakitnya. Tapi yang bisa ia lakukan hanya menggigit pinggiran jubahnya dan terpaksa menelan rasa sakit ketika tubuhnya mulai bereaksi dan berubah bentuk.
Ia tahu tubuhnya bukan lagi manusia malam ini. Rasa sakitnya, dendam dan amarahnya pada Fenrir Greyback, semakin membuatnya gila. Ia hanya bisa merasakan amarah malam ini. Amarah melupakan rasa sakitnya. Setidaknya itu yang ia rasakan sekarang.
[:: anne ::]
---
Remus mencoba bergelung di bawah meja nakas yang sudah terlalu reyot. Ada banyak bekas cakaran di batang penyangganya. Ia tak ingat lagi sudah berapa kali ia melakukan hal serupa, mencoba mengurangi rasa sakit dengan bergelung di sana, berusaha menahan keinginan untuk menerjang sesuatu, sementara kukunya yang memanjang dan menajam menekan keras kaki meja. Membuat goresan baru.
Dinginnya lantai Shrieking Shack laksana setitik air yang terpanggang api. Tubuhnya terasa terbakar. Bertahun-tahun mengalami transformasi, ia masih tidak bisa menahan rasa sakit yang menjadi-jadi ini. Andai saja ia mengabaikan desakan Dumbledore untuk meminum ramuan wolfsbane-nya, ia ragu ia akan tetap berada di sini sekarang.
Remus menatap nanar jendela yang berdebu. Dari tempatnya bergelung sekarang, samar-samar bisa ia lihat cahaya dari rumah-rumah di Hogsmead.
Ia rindu rumahnya. Ibunya. Saat di mana ia bebas berkeliaran layaknya anak kecil berumur empat tahun yang lain. Mengejar jembalang dan bermain lempar salju. Saat-saat bahagia dimana ia adalah manusia seutuhnya.
Remus mengerang. Tubuhnya yang telah bertansformasi bergetar karena amarah ketika mengingat kembali malam itu. Saat dirinya terpaksa menyerahkan hidupnya yang damai, karena Fenrir Greyback menghadiahinya sebuah gigitan.
[ :: summer :: ]
----
Musim panas 1971. Remus ingat saat itu ia memutuskan berjalan-jalan seorang diri, tidak bergabung dengan sahabat-sahabatnya. James, Sirius mengajak Peter untuk menjadikan Severus bahan lelucon mereka minggu ini. Sebenarnya Remus ngga pernah setuju ide jahil James, karena Remus sadar, James sengaja melakukan itu karena ia cemburu pada Severus.
Remus berjalan keluar dari pelataran Barat Hogwarts, (sumber: http://www.hp-lexicon.org/images/maps/hogwarts-map-cm.jpg ) menaiki dataran berbukit, di sana ada sebuah tempat terbuka, dimana ia membelakangi Dumbedore dan Hagrid di sana, sedang bicara dengan Prof.Sprout. Karena ia tahu kalaupun ia kembali ke Hogwarts dirinya akan tetap terlihat mereka, Remus memutuskan untuk berjalan mendekat.
Remus melihat baju Hagrid begitu kotor, sebuah sekop raksasa tegak berdiri di sampingnya. Prof. Sprout terlihat sedang mengibaskan celemek berkebunnya, dan terlihat berbisik dengan Dumbledore ketika menyadari kehadiran Remus.
Dumbledore memutar badannya. "Hello, Remus! Sore yang cerah. Bukankah begitu? Tapi mengapa kau tidak bersama teman-temanmu, James, Sirius, Peter?"
"Ya, Sir. Sore yang cerah..." Remus sedikit bingung harus bereaksi apa untuk menjawab sapaan Dumbledore, dan malah balik bertanya pada Hagrid, "menanam pohon baru, Hagrid?"
"Yeah, Profesor Dumbledore meminta tolong padaku kemarin. Pohon Dadali (= kalau dalam bahasa Sunda artinya Elang- red) ini akan tumbuh besar!" jawab Hagrid semangat.
"Pohon Dedalu, Hagrid." ralat Prof.Sprout.
Dumbledore terkekeh.
"Kau lihat Remus, karena kau ada di sini, akan kuberi tahu bahwa pohon Dedalu ini bisa berbahaya. Tapi kurasa suatu saat pohon ini bisa berguna. Bila sampai pada waktunya."
ujar Prof.Dumbledore penuh rahasia.
[:: anne ::]
"Berbahaya namun berguna?" Remus tampak binggung mendengar pernyataan Prof. Dumbledore. Dumbledore hanya tersenyum kecil sambil membenarkan kacamatanya
"Ngomong - ngomong, kau tidak menjawab pertanyaanku tadi Remus. Kenapa kau tidak bersama ketiga temanmu? Ada masalah?" Dumbledore mengalihkan perhatian Remus lagi dari pohon yang sedang ditanam Hagrid
"Ah tidak apa - apa, Sir. Aku hanya ingin menyendiri saja." elak Remus.
Dumbledore menatap Remus dalam - dalam dan hanya mengiyakan pernyataan Remus tadi.
"Oh baiklah Remus, aku harus kembali ke Hogwarts sekarang. Lebih baik kau pulang juga sekarang sebelum terlalu malam."
"Ok, Sir. Sebentar lagi aku akan pulang ke asrama. Aku ingin disini terlebih dahulu." Prof Dumbledore tersenyum dan pergi meninggalkan mereka bertiga, Remus, Prof. Sprout, dan Hagrid.
"Prof. Sprout tanaman apa itu?"tanya Remus
"Oh dear, ini adalah Pohon Dedalu."jawab Professor Sprout singkat
"Iya aku tau namanya, Professor. Tapi aku tidak mengerti maksud Prof. Dumbledore tadi. Apa sebenarnya pohon ini."
"Seperti yang dikatakan Professor Dumbledore, Remus. Kau akan tau ketika sampai pada waktunya. Aku tidak mempunyai hak untuk memberitahukanmu." Prof. Sprout menepuk pundak Remus sambil menatapnya. Remus hanya menunduk tak mengerti.
[::sherly::]
--- silakan diteruskan, harap langsung edit di dokumen ini ---
Suatu sore di musim panas 1971, Dumbledore memanggil Remus Lupin ke kantornya. Remus baru akan menyusul James, Sirius dan Peter ke Menara Astronomi saat mendapat perkamen dari Dumbledore.
"Remus yang baik, temui saya di kantor Kepala Sekolah segera. Ada yang perlu saya sampaikan kepadamu. Penting. Harap datang seorang diri.- Prof.Dumbledore."
Jantung Remus berdetak cepat. Apakah ia salah, melihat soal penanaman pohon Dedalu waktu itu? Ia belum lagi sempat cerita soal ini ke sahabat-sahabatnya. Apakah ia harus cerita soal rahasia beberapa tahun lalu, saat tragedi pertengkaran ayahnya dan Fenrir? Apakah karena ia sering bolos sekolah, untuk alasan yang tidak bisa ia ceritakanke siapa-siapa?
Remus menaiki tangga ulir ke Kantor Kepala Sekolah. Dumbledore menunggu di sana.
"Duduklah, Remus. " Dumbledore menyapanya, sambil menutup buku sihir yang sedang ia baca. Buku itu mengeluarkan percikan api saat ditutup dengan pelan.
Remus mencoba untuk duduk dengan nyaman--meski sungguh sulit, ketika begitu banyak rahasia yang menjadi beban ada di balik punggungnya. Ia sekilas melihat luka di pergelangan tangannya terlihat, ia mencoba membenarkan posisi lengan kemeja sekolahnya, agar bekas luka itu tertutup.
"Aku mendapat laporan dari para Profesor bahwa kau sering tidak masuk kelas pelajaran mereka. Apakah ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Dumbledore dengan tenang. Remus mencoba menelan ludah, tapi ia merasa tak ada gunanya. Remus tidak mungkin berbohong pada Dumbledore. Ada kekuatan di tatapan Profesor baik hati ini yang membuatnya sulit menutupi rahasia.
"Yya.. Sir. Itu memang benar. Saya suka membolos. Tapi sebenarnya.." Remus kehilangan kata-kata, bingung harus mulai cerita darimana. "Sebenarnya, saya tidak yakin saya harus cerita soal ini.."
"Sesungguhnya aku tahu, Remus. Aku sudah tahu. Sebelum kau masuk ke Hogwarts, ayah-ibumu menitipkan pesan padaku untuk menjagamu selama di sini. Dan aku begitu bangga pada ayahmu, sehingga permintaan kedua orangtuamu tentu akan aku perhatikan."
Remus terdiam. matanya tidak berani menatap Dumbledore. Ia menatap susunan lantai batu kantor itu. Yang mengingatkannya pada lantai batu rumahnya, saat ia terjatuh lemas setelah menerima gigitan orang yang paling jahat yang menyerang ayahnya.
"Itulah sebabnya aku meminta Hagrid menanam pohon itu, Remus. Karena aku tahu ada jalan rahasia yang bisa menghubungkan dengan Shrieking Shack." papar Dumbledore.
"Shrieking Shack?" gumam Remus dalam hati. "..itu tempat berhantu,bukan? Apa maksud Dumbledore?" pertanyaan ini muncul di benak Remus.
"Iya, itu tempat yang katanya berhantu, Remus." jawab Dumbledore. Ia tersenyum. Tentu saja Remus tidak tahu, bahwa ia bisa menggunakan kemampuan Legilimens-nya. Membaca pikira seorang anak usia 11 tahun bukan masalah untuknya.
"Itulah sebabnya aku menanam pohon Dedalu di pintu masuk jalan rahasia menuju tempat itu, " lanjut Dumbledore. "Sekarang kau bisa menghabiskan waktu di sana disaat-saat tertentu ketika kau memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Ini demi keselamatanmu. Juga demi keselamatan teman-temanmu."
Remus begitu kaget karena ia mengeluarkan airmata. Segera ia susut sebelum terlihat jatuh.
"Maaf, Profesor. Aku.. saya.." Remus tiba-tiba tidak merasa kesepian. Ia tahu Dumbledore ternyata siap membantunya melewati masa-masa penuh perjuangan.
"Tenanglah, Remus. Mari kita jadikan ini rahasia bersama. Pohon Dedalu akan tumbuh besar lebih cepat dari waktu tumbuh normalnya. Minggu depan, kita akan masuk bulan purnama. Kau bisa memasuki jalan rahasia dari bawah akar pohon itu. Pastikan tidak ada orang yang melihatmu. Jalan rahasia itu akan berujung pada ruang bawah tanah Shrieking Shack. Kau bisa tinggal di sana supaya terhindar bahaya."
Remus menatap mata Dumbledore yang biru. Ia berterima kasih pada Dumbledore. Dan meninggalkan kantor Kepala Sekolah dengan perasaan lega. Separuh beban hidupnya terasa terangkat.
Kini perjuangan lebih berat adalah ketika harus menceritakan hal ini pada sahabat-sahabatnya. Ia percaya Dumbledore akan melindunginya, sekarang ia harus percaya sahabat-sahabatnya pasti akan melakukan hal yang sama.
[:: anne ::]
--- FINISH ---